gambar : http://51t3.wordpress.com/page/37/
Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalahBonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam
Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun)
pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen,
adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65
tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai
sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah
satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat
penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan
anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk
produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa
dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk
Indonesia akan terus turun sampai 2020.
Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk
usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat
memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah
meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak
dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian
lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita
mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia
kerja di tahun 2020-2030?
Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia
yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau
human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara
di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI
Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih
di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI
ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja
baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di
luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan
direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia
masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya
peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja
asing.
Permasalah pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa
diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan
sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani
negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia!
Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined factor.
Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi
jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan
cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan,
kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa
dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga
pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi
mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah
juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga
aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya
akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama
pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti
pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas
manusia itu sendiri.
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang
bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu
sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak
dipersiapkan.
Prijo Sidipratomo, Ketua Ikatan Dokter Indonesia, mengatakan bahwa
sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan, termasuk membangun
sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah
bangsa. Sejatinya, perubahan tidak bisa dilakukan dalam sekejap, maka
dari itu pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari sekarang!!!!
Sumber :
https://seronokcat.wordpress.com