plkb loakulu

Monday, 9 March 2015

PLKB menjadi garda terdepan suksesnya program BKKBN


Reporter : Dede Rosyadi | Selasa, 10 Februari 2015 10:13




Merdeka.com - Untuk menindaklanjuti kondisi Petugas Lini Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) sesuai dengan undang undang nomor 23 tahun 2015 dan surat edaran Kementerian Dalam Negeri 120/253/SJ terkait pengelolaan tenaga Penyuluh Keluarga Berencana/Petugas Lapangan Keluarga Berencana, Komisi lX DPR akan mengumpulkan lembaga terkait. Lembaga-lembaga tersebut yakni, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara/Reformasi Birokrasi dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Ini akan membawa arah yang jelas untuk BKKBN sebagai salah satu lembaga Pemerintah yang turut memajukan bangsa.

Terkait masalah tersebut Kepala Sub Direktorat Keluarga Berencana Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Ahmad Taufik mengatakan untuk saat ini belum ada perhatian dari Pemerintah Daerah terhadap petugas lini lapangan KB/PLKB baik dari kualitas, kesejahteraan, penugasan, dan sebagainya.

"Padahal UU 23/2014 mengamanatkan urusan KB adalah urusan wajib namun bukan pelayanan dasar. Pelayanan dasar dalam kesehatan adalah termasuk pelayanan KB, sehingga dimungkinkan untuk membuat SPM (standar pelayana minimal)," kata Taufik di Jakarta, Senin (9/2).

Dia menambahkan, jika pengelolaan PLKB menjadi urusan pusat dan pendayagunaan PLKB menjadi urusan kab/kota akan berdampak pada kebijakan perangkat, SDM, dan penganggaran. Hal itu karena tidak optimalnya advokasi kepada para pemangku kepentingan, terutama di tingkat daerah.

"Advokasi kepada para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan di pemerintahan daerah dan legislatif daerah telah dilakukan, namun hasilnya tidak berarti, seperti masih kurangnya komitmen pemerintah daerah terhadap KB baik dari kebijakan dan penganggaran, maupun kelembagaan," paparnya.

Menurut Taufik,SPM atau NSPK yang disampaikan kepada Pemerintah dari BKKBN tidak dilaksanakan dengan baik, seperti rasio petugas KB di desa yang seharusnya ideal 1 desa dikelola oleh 1 s/d 3 orang petugas tidak diupayakan, dan semakin menyusutnya jumlah petugas KB.

Melalui UU 23/2014 telah diupayakan untuk mengangkat PLKB agar berdayaguna dalam urusan pengelolaan. Hal ini dilakukan tetapi tidak mempertimbangkan peraturan perundangan yang ada dan sumberdaya yang dibutuhkan.

"Beban penganggaran (gaji) kepada para PLKB, jika jumlah PLKB sebanyak 20 ribu kalau rata-rata 10-20 juta maka dibutuhkan sekitar Rp 200 miliar Rp 400 miliar atau lebih," jelasnya.

Anggaran pembangunan KB saat ini, lanjut dia, hanya sekitar sebesar Rp 3 triliun, untuk pembangunan hanya sekitar sebesar 75 persen dan sekitar 25 persen untuk overhead (gaji dan operasional perawatan, serta dukungan manajemen).

"Dalam kebutuhan pembangunan KB dengan sistem SJSN kesehatan memerlukan dana yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan PBI dan sarana san prasarana serta infrastrukturnya," ujarnya.

Menurut Taufik untuk kebijakan ke depannya ada program jangka pendek dan jangka panjang.

Jangka pendek yakni: pertama, pelaksanaan secara operasional oleh BKKBN.

Kedua, menyusun SPM dan NSPK dari BKKBN selaku lembaga pelaksana sektor kependudukan dan KB untuk dilaksanakan minimal oleh pemerintah daerah (utamanya tentang PLKB, baik rasio cakupan wilayah tugas maupun kualitas SDM).

Ketiga, menyusun peraturan pelaksanaan UU 23/2014 tentang urusan pemerintahan dan terus menguatkan advokasi kepada pemerintah daerah dengan membuat komitmennya sebagai realisasi hasil advokasi, yaitu tentang kejelasan kebijakan, penganggaran, dan kelembagaan di pemerintahan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Untuk jangka panjang, sambung dia, upaya yang telah dirumuskan dalam arah kebijakan RPJMN 2015-2019 yaitu:

Pertama, harmonisasi kebijakan dan peraturan perundangan terkait pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana (identifikasi, dan harmonisasi peraturan).

Kedua, penguatan kelembagaan (institusi, koordinasi, ketenagaan, dan program).

Ketiga, penguatan advokasi kepada para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan (eksekutif dan legislatif).

Keempat penguatan KIE KB kepada masyarakat baik melalui media maupun tenaga (PLKB dan bidan).

Kelima, peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata.

Dan keenam, penguatan data dan lnformasi semua ini membutuhkan peran dan tugas tenaga lini lapangan (PLKB) sebagai pelaksana di lini terdepan.